BUEN LAJENDRE
Oleh: Fathi Yusuf
Sinopsis
Sendra Mutar (Seni Drama, Musik, dan Tari ) “Buen Lajendre” termasuk tari kreasi baru. Buen Lajendre merupakan nama sebuah tempat di Desa Ai Mual, Kabupaten Sumbawa Barat. Sendra Mutar secara harfiah dapat berarti, Sendra (menyerahkan, memberikan); Mutar (sumpah, janji), jadi Sendra Mutar dapat diartikan sebagai tari yang berisi pemberian janji atau juga pemberian sumpah.
Lala ila adalah seorang gadis cantik. Lala Ila sebenarnya sejak kecil sudah ditunangkan dengan Lalu Mangi, meskipun sudah ditunangkan sejak kecil, namun keduanya sampai besar tidak mengetahuinya.
Suatu hari, Lalu Mangi mendengar cerita tentang kecantikan Lala Ila. Lalu Mangi penasaran akan kecantikan Lala Ila, kemudian Lalu Mangi mengajak pembantunya Salampe untuk membuktikan kecantikan Lala Ila.
Di desa Ai Mual, Lalu Mangi mempunyai seorang paman yang bernama Dea Angge. Dea Angge memiliki kebun yang cukup luas. Suatu hari Lalu Manggi bermain ke kebun milik pamannya. Tak disangka dan tak diduga, di sanalah Lalu Manggi bertemu dengan Lala Ila. Tidak lama setelah pertemuan itu, ternyata di antara keduanya terjalin perasaan kasih sayang, jatuh cinta pada pandangan pertama.
Perdagangan antara Sumbawa dan Ujung Pandang pada saat itu sangat ramai sekali dan maju, berimbas juga ke Desa Lantung Aimual. Suatu hari datanglah pedagang kain yang bernama Daeng Joge. Daeng Joge ini sebenarnya ramah, akan tetapi karena dia juga tertarik pada Lala Ila, maka timbullah niat buruknya kepada Lalu Manggi. Suatu hari dia menawarkan minyak wangi kepada Lalu Mangi, dia tahu bahwa Lalu Mangi akan menikah dengan Lala Ila. Di sinilah dia muncul sikap liciknya, di samping menawarkan minyak wangi dia juga menawarkan candu (sejenis madat yang jika dihisap dapat merusak kesehatan). Candu pada saat itu menjadi barang yang cukup laris. Candu masuk ke Sumbawa di bawa oleh pedagang dari Ujung Pandang.
Daeng Joge mulai menagih Lalu Mangi, dia meminta agar hutang Lalu Mangi segera dilunasi. Segala harta benda Lalu Mangi sudah diserahkan kepada Daeng Joge akan tetapi itu semua tidak mampu menutupi seluruh hutangnya. Padahal, candu itu tetap diperlukan setiap waktu. Akibat dari kecantuan candu, kesehatan Lalu Mangi menurun drastis, sehingga malu untuk mengunjungi tunangannya LAla Ila.
Untuk menjalankan akal liciknya, Lalu Mangi menyampaikan pesan kepada Lala Ila untuk mereka melakukan kawin lari (Merariq). Lala Ila pun menyetujui usul Lalu Mangi yang akan mengajaknya kawin Lari (merariq). Dengan hati berat, lala Ila menyetujui usul Lalu Mangi agar mereka kawin lari meskipun bertentangan dengan adat Sumbawa. Lala Ila berkata, “Kawin Lari! Aku takut, sungguh tidak ada keberanianku menempuh jalan yang bertentangan dengan adat itu.” Dia dijemput oleh Salampe dan pergi ke tempat yang telah ditentukan. Di sana dia bertemu dengan Daeng Joge. Dan Daeng Joge sudah menunggu di atas perahunya. Betapa kecewanya Lala Ila waktu mengetahui kenyataan bahwa dia ditipu oleh pacarnya, ternyata dia dijual oleh pacarnya kepada Daeng Joge. Berkatalah Lala Ila kepada Salampe, “ Sungguh baik benar hati Lalumu itu, sampaikan salam terakhirku, “ Meski segala kupasrahkan kepadamu, kalau kanda beralih keyakinan, rela kumati dari hidup menanggung malu. Setelah itu, Lala Ila menangis meronta-ronta. Saat itu turun hujan lebat disertai angin kencang dan alam pun gelap gulita. Akibatnya, perahu layar itu terhempas dan kandas, layarnya robek dan terdampar ke sebuah batu karang.
Setelah kejadian itu, Lalu Mangi mengalami penderitaan yang berkepanjangan dan meninggal dalam keadaan menyedihkan.
Sekarang ini, tempat kandasnya kapal yang ditumpangi oleh Lala Ila dan Daeng joge terdapat mata air yang di kenal oleh masyarakat setempat sebagai Buen Lajendre. Buen Lajendre airnya tidak pernah kering sampai sekarang. Air Buen Lajendre menurut masyarakat merupakan penjelmaan dari air mata Lala Ila, Allahualam.
Cerita tersebut diolah dan dikembangkan dalam bentuk Sendra Mutar (seni drama, musik, dan tari), dengan bagian-bagian sebagai berikut :
Kronologis Adegan
1. Visualisasi adegan awal, Lala Ila dan aktivitasnya.
2. Lalu Mangi dan Salampe mempersiapkan diri untuk berangkat
3. Lalu Mangi dan Salampe bertemu dengan kedua orang tuannya
4. Lalu Mangi bertemu dengan Dea Angge
5. Lalu Mangi bertemu dengan Lala Ila di kebun Dea Angge
6. Dea Angge melamar Lala Ila untuk Lalu Mangi
7. Lalu Mangi bertemu dengan Daeng Joge (seorang pedagang kain dan minyak wangi, serta penjual candu)
8. Lalu Manggi kecanduan hingga tidak dapat membayar hutangnya pada Daeng Joge;
9. Lalu Manggi menjadikan Lala Ila sebagai pembayar hutangnya pada Daeng Joge;
10. Salampe menjemput Lala Ila untuk diajak ke pantai
11. Daeng Joge sudah menunggu di atas perahu, Daeng Joge menyampaikan apa yang terjadi. Lala Ila menangis sejadi-jadinya.
12. Lalu Mangi pun meninggal dunia karena tidak dapat menanggung beban deritanya.
ADEGAN AWAL
Opening act: pentas menggambarkan Lala Ila yang sedang beraktivitas.” Di situ, Lala Ila melakukan kegiatan tari dengan lemah-gemulai, keras, memberontak, menghentak, kemudian luruh di perut bumi karena kecapaian. Lampu menyorot Lala Ila. Musik menjadi pengantar dan sesuaikan dengan irama dan tempo permainan Lala ila.
Tembang rindu Lala Ila
Aku rindu pada nyanyian hati, merintih
Tentang senandung keindahan, merah
Kicau burung menyayat suka akan rasa, luka kah?
Terdengar lentingan sukma menggoda
Terpapar dawai-dawai melengking pada relung-relung,
Tergoda dan terpikat akan iringan syahdu
Namun aku tak gentar akan keadaannya
Wahai pengabar rindu
Wahai pewarta cinta
Wahai pencerita rasa
Wahai pengisah asmara
Pertemukan aku dengan bentuknya!
Tuhan!
ADEGAN KEDUA
Lampu menyebar ke area pentas
Musik : Lagu dan intro “Jari Roro”
Pemain : Lalu Mangi, Salampe, Radan Mangi, dan Istrinya
Lalu Mangi dan Salampe mempersiapkan diri untuk berangkat
Lalu Mangi : Salampe, siapkan bekal dan perlengkapan untuk ke Ai Mual!
Salampe : Siap, Tuan. Tapi untuk apa kita ke sana, Tuan?
Lalu Mangi : Pokoknya siapkan saja! Nanti juga kamu akan tahu!
Salampe : Baik tuanku! (menyiapkan bekal dan perlengkapan seperlunya)
Lalu Mangi : Kita harus melapor pada ayah dan bunda, Salampe.
Salampe : Benar Tuanku, apa hamba juga ikut tuan?
Datanglah orang tua Lalu Mangi
Radan Mangi : Kalian sedang mengerjakan apa?
Lalu Mangi : Kami mau ke desa Ai Mual, Ayahanda!
Ibunda : Ada keperluan apa, ananda ke sana?
Lalu Mangi : (berat) Ananda mencari sesuatu, Bunda.
Bunda : Apakah itu Ananda?
Lalu Mangi : (agak berat) Ananda dengar di sana ada gadis cantik. Ananda ingin lihat dari dekat, siapa tahu ananda dapat memilikinya.
Radan Mangi : Bagus Anakku! Sebagai laki-laki, ananda harus berani mengambil resiko.
Ibunda : (takut-takut) Jangan pergi anakku! Ibunda akan kesepian nanti.
Radan Mangi : Biarkan saja dia pergi! Anak laki-laki jangan sampai cengeng, apalagi dia pergi untuk mendapatkan masa depan hatinya, hidupnya, Dinda.
Ibunda : Dinda takut dia akan kenapa-kenapa di sana. Dia kan belum pernah keluar kampung ini dari dulu!
Radan Mangi : Justru itu, sekarang biar dia rasakan bagaimana hidup yang sebenarnya. Kita selama ini terlalu memanjakannya. Jika dia tetap di sini, maka dia akan tidak dewasa, Dinda!
Ibunda : (pada Salampe) kamu harus menemani Lalu Mangi dalam keadaan senang dan susah. Jangan biarkan dia menderita, Salampe!
Salampe : Baik, Bunda. Hamba akan menjaga Lalu Mangi dalam keadaan senang apalagi susah, Bunda!
Radan Mangi : Baiklah kalau begitu, kapan kalian akan berangkat?
Lalu Mangi : Mungkin sekarang, ayahanda!
Radan Mangi : Di Desa Lantung Ai Mual kamu punya paman, namanya Dea Angge. Kamu harus ke sana dan bertemu dengan pamanmu!
Lalu Mangi : Baik Ayahanda! Ayah, bunda, Kami pamit mau berangkat!
Ibunda : Hati-hati anakku!
Lalu Mangi dan Salampe pamit dan menciumi tangan kedua orang tuannya, begitu pula halnya dengan Salampe. Mereka out pentas. Musik intro ”Jari Roro”.
Ibunda : Adinda akan merindukannya, Kanda!
Radan Mangi : Kakanda juga begitu! (fause-teringat) Apa Dinda lupa dengan apa yang terjadi pada kita dahulu! Kakanda juga datang dari jauh untuk mendapatkan Adinda, apakah Adinda lupa?
Ibunda : (teringat--senyum-senyum kecil--tersipu)
Lampu perlahan fade out. Masuk Sair Lagu ”Bantal Mate”. Lampu menyorot penyanyi
ADEGAN TIGA
Pentas menggambarkan rumah Dea Angge. Dea Angge cukup terpandang. Musik lanjutan lagu ”Jari Roro.” lampu menyorot seluruh ruangan rumah Dea Angge. Dea Angge sedang menyerut Jontal sambil menikmati hidangan kopi dan ubi jalar rebus. Musik yang terdengar adalah alunan suara Serune Lolo Pe, plus Garompong dan Kokol. Tak berapa lama kemudian, masuk Lalu Mangi dan Salampe.
Lau Mangi : (dari luar pentas) Assalamu alaikum!
Dea Angge : Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh! Jobe, bukakan pintunya!
Jobe : (bangun--jalan ke pinggir pentas--membuka pintu) Mari, silakan masuk, Tuan!
Lalu Mangi dan Salampe masuk pentas.
Dea Angge : Siapa ya?
Lalu Mangi : (menyalami pamannya) Saya Lalu Mangi, anak Radan Mangi.
Dea Angge : (kaget) Paman hampir tidak mengenalmu. Ternyata kamu sekarang sudah besar. Paman pangling melihatmu, ponakanku!
Lalu Mangi : Ayahanda dan Bunda menitipkan salam untuk pamanda!
Dea Angge : Bagaimana keadaan ayah-bundamu?
Lalu Mangi : Mereka baik-baik saja, Paman. (beberapa saat—fause) Saya mau melihat-lihat kampung ini, apa boleh paman?
Dea Angge : Sangat boleh. Apa paman perlu mengantarmu keliling kampung ini.
Lalu Mangi : (menolak) Oh tidak perlu paman! Saya akan ditemani oleh Salampe saja, paman!
Dea Angge : Baiklah kalau itu keinginanmu, paman harap kalian bisa datang ke kebun paman. Kalian pasti akan menemukan sesuatu yang lain jika sudah berada di sana!
Lalu Mangi : Itu juga bagus paman! Saya akan datang bersama Salampe. Sekarang, sedang musim apa di sana, paman?
Dea Angge : Besok pasti kalian akan tahu!
Lalu Mangi : Paman pakai rahasia-rahasia segala, kalau begitu baiklah paman!
Dea Angge : Sekarang kalian istirahat saja dulu. Jika kalian sudah cukup segar, maka baru boleh ke kebun paman!
Lalu Mangi : Baiklah paman, kami mau istirahat dulu. (Lalu Mangi dan Salampe out pentas)
Dea Angge : (setelah Lalu Mangi dan Salampe keluar—Dea Angge memanggil Jobe) Jobe, besok kamu antar Lalu Mangi dan temannya ke kebun. Suguhkan hasil kebun kita pada mereka!
Jobe : Baik tuanku! Kira-kira berapa lama mereka di sana Tuanku?
Dea Angge : Terserah pada mereka mau sampai berapa lama. Setelah kamu antar, kamu boleh kembali ke rumah, tapi bawakan lagi makan siangnya!
Jobe : Baik Tuanku!
Dea Angge : (memerintah Jobe) Kembali ke tempatmu!
Jobe out pentas. Dea angge masih duduk sendiri, sampai cahaya tidak lagi bersamanya. Musik pun perlahan habis bersama hilangnya cahaya.
ADEGAN EMPAT
Pentas menggambarkan sebuah kebun yang penuh dengan buah-buahan segar. Air mengalir bening. Angin berhembus sepoi. Udara membawa angin surga. Kicauan burung bersahutan menghiasi pagi nan indah. Menambah indah suasana pesta nurani.
Jobe, Lalu Mangi, dan Salampe sudah ada di kebun Dea Angge. Mereka tidak membiarkan keindahan itu hilang begitu saja. Salah seorang di antara mereka memainkan serunai, seorangnya lagi memainkan Genang Aer (gendang Bambu), Lalu Mangi menembangkan Lawas tentang cinta. Mereka masih menyesuaikan nada, biar lawas yang ditembangkan terdengar indah.
Lawas-Lawas:
Beling Kolo Alang Aji
Samung Ling Bubit Lamenta
Ta Nyonde Linang Buya Tat
Buemo Kupenro Desa
Kalis Empang Ko Jarewe
Kututit Sama Parana
Salam Doaku Nan Lalo
Langan Pio Ngibar Subu
Ling Sia To Gama Senda
Semanmo Renduk Basungu
Les Bulan Adamo Aku
Ta Nyonde Tutit Kajangi
Kutunung Petang Sarawi
Mataku Noroa Pendam
Kutotang Pola Biasa
Banyak orang yang berdatangan ke kebun Dea Angge, mereka terpesona mendengar tembang yang dibawakan oleh Lalu Mangi dan teman-temannya. Salah seorang di antara mereka adalah Lala Ila, gadis yang paling cantik di daerah tersebut. Lalu Mangi pun terpesona olehnya. Sambil menembang dia melirik Lala Ila, begitupun Lala Ila.
Lalu Mangi dan Lala Ila melakukan Rabalas Lawas.
Lalu Mangi : Wahai putri nan cantik, siapakah gerangan dirimu? Karena kehadiranmu meruntuhkan tahta hatiku. Ungkapan Hati Lalu Mangi tertuang dalam Lawas ini:
Benru Rawi Ano Desa
Kasawer Diri Panotang
Satenga Gila We Ate
Lala Ila : Nama Dinda, Lala Ila, Tuanku. Matahari belum jelas tempat terbitnya, panasnya sudah menyengat kulit ari hatiku.
Ala E Gadu Rasate
Masa Tubau Batemung
Untung No Rusak Desa Mpat
Lalu Mangi : Kakanda bersyukur pada Sang pencipta yang telah menanamkan benih cinta di lubuk hati umat manusia.
Nomonda Sama Tusukur
Kabau Pendi Ling Sia
Urung Gamana Kungining. Kakanda hampir saja terluka, namun adinda membawakan penawarnya
Lala Ila : Adinda bersedia menjadi penawarnya, namun jangan hanya dijadikan penawar sementara, karena luka di kakanda akan menular ke dinda.
Naq Pendi Lamin Sakendi
Naq Sayang Lamin No Tutu
Ate Belo Asi Niri
Lalu Mangi : Adinda jangan khawatir!
Semanmo Ngasi Dawa E
Rep Kayu Rea Pang Tokal
Laminmo Ngunuk Baringin
Lala Ila : Benarkah demikian Kakanda
Bungir Ungu Sisi Tampar
Pitu Ten Tiup Ling Angin
Pang Kelam Ta Po Kagugir. Bunga yang indah ini akan luruh di pangkuan kakanda.
Lalu Mangi : Jika bunga yang cantik ini luruh di pangkuan kakanda, maka kakanda akan merangkumnya di dalam nahkota kalbu kakanda.
Mapanto Ta Kakupili
Kemang Katiup Ling Angin
Nomo Mudi Samanta To
Kakanda tidak akan membiarkan dia jatuh ke lantai nista, Dinda! Kakanda kan memeliharanya sepanjang nafas melekat di badan kakanda!
Lalu Mangi : Seikat janji telah terpatri. Sejuta harap berbinar di kalbu. Tinggal menunggu di pintu fajar, merekah!
Tenri Kompal Mara Buaq
Tembok Gadu Gita Isi
Haram Badua Rasate
Pamanku akan datang ke rumahmu besok malam dinda!
Lala Ila : (kaget) Untuk apa kakanda?
Lalu Mangi : Besok adinda akan tahu!
Lala Ila : Adinda pulang dulu kakanda!
Lalu Mangi : (mencegah) Jangan lupa beritahu orang tuamu!
Lala Ila : (hanya mengangguk kecil—malu-malu—out pentas)
Lalu Mangi gembira bukan main. Musik pun ikut gembira. Hanya saja lampu harus dimatikan
ADEGAN LIMA
Peristiwa: Tama bakatoan (melamar). Lampu: terfokus. Musik: Gong-Genang
Pihak Pria : Kami adalah utusan dari keluarga Radan Mangi. Datang ingin menyampaikan hajat anaknya, Lalu Mangi! Mudi Ne Kulontak Lawang--Dunung Kubaca Bismilah--Salamat Gama Parana.
Pihak Wanita : Kami merasa bangga dapat disambangi oleh keluarga Radan Mangi, “Kusujud Petang Sarawi--Nonda Len Rua Pangeneng--Engke Sama Tusalamat.”
Pihak Pria : Meskipun sudah banyak desa dan kampung kami lalui, namun kami hanya ingin mampir kemari. Parana Ta Rapang Pio--Ngibar Antero Alam Ta--Saleno Pang Tokal Untung.
Pihak Wanita : Mudah-mudahan sudah ada tempat kerasan. Subhanallah Nanta Pio--Lalo Siup Mole Rawi--Ada Ke Pang Tenri Untung.
Pihak Pria : Kami hanya ingin membawa kabar. Sepertinya kami kerasan di sini. Ngibar Pio Bunga Eja--Tarepa Lembang Tutingi--Lo Badaq Hajat Parana.
Pihak Wanita : Moga saja Anda tidak menyesal mampir kemari. “Pang Kusinta Bunga Eja--Tarepa Kayu Nonda Den--Ba No Ke Dadi Sa Nesal.”
Pihak Pria : Kami mampir kemari, karena rumah ini sungguh sejuk. Kami rasanya ingin menetap. Ngayapmo Nanta Parana--Senap Lawang Bale Sia--Tunas Pamendi Tutingi.
Pihak wanita : Siong Sayaq No Kupendi--Parana Siapo Tunaq--Kubawa Ngining Ning Kaku.
Pihak Pria : Menir Ling Dalam Jambangan--Les Kemang Pitu Ragi Den--Intan Saipo Yasumping.
Pihak Wanita : Tutusi Pitu Ragi Den--Kemang Benrupo Katekar--Saipo Yaroa Sumping.
Pihak Pria : Puti Mara Kemang Menir--Jina Tupina Rasate--Adaq Ke Tanang Sa Rela.
Pihak Wanita : Insya allah kami terima “Sito” Radan Mangi! Cecewe Menir Kusayang--Piliqpo Nyonde Yasumping--Gugirmo Lamin Ke Sia. Kita sudah sepakat, mudah-mudahan Allah SWT meridhoi.
Pihak Wanita : Kami pun berharap demikian. Puti Jontal Kuning Alaq--Samamo Kilo Kugita--Bau Gama Baturit Ling.
Pihak Pria : Benru Toq Ujan Ling Sia--Kukoat Penri Rep Kayu--Sarea Ling Kusanturit.
Pihak Wanita : Lamin Bau Baturit Ling--Mara Mako Ketong Jontal--Motong Sia Ke No Aku. Jika kita sudah mufakat, bagaikan tembakau dengan lintingnya, kita sama-sama seia-sekata.
Pihak Pria : Kusanturit Santung Sia--Rari Kemang Kakusayang--Mana Lusit Yakusumping. Apapun keinginan tuan-tuan, insya Allah kami penuhi.
Pihak Wanita : Puti Mara Jontal Utan--Nongka Pakendek Ling Bola--Goyo Batang Bunga Eja.
Pihak Pria : “Eraqmo Masa Sa Gitaq--Masa No Kubose Sampan--No Dua Ling Tumara Kau.” sekarang sudah semakin malam, sepertinya telah lama kami di sini. Beberapa hari lagi kami kemari.
Pihak Wanita : Duduklah barang sejenak. Kita nikmati suguhan ala kadarnya ini.
ADEGAN ENAM
Perdagangan antara Sumbawa dan Ujung Pandang pada saat itu sangat ramai sekali dan maju, berimbas juga ke Desa Lantung Aimual. Suatu hari datanglah pedagang kain yang bernama Daeng Joge. Lalu Mangi sedang duduk di depan rumah Dea Angge, dia tampak gembira, karena membayangkan akan bersama Lala ila.
Daeng Joge : (masuk) Assalamu alaikum
Lalu Mangi : (menjawab) Waalaikum salam
Daeng Joge : Tuan tampak sangat gembira sekali, sepertinya tuan sedang senang.
Lalu Mangi : Ah, tidak juga.
Daeng Joge : (menawarkan) Minyak wangi ini sangat pantas Tuan kenakan. Minyak wangi ini akan membuat Tuan menjadi perhatian di desa ini.
Lalu Mangi : (melihat dan memperhatikan)
Daeng Joge : Tuan dapat mencobanya, coba Tuan cium! Baunya sungguh wangi, dan pantas jika Tuan yang mengenakan minyak ini!
Lalu Mangi : Berapa harganya?
Daeng Joge : Cuma lima puluh gobang saja Tuan!
Lalu Mangi : Mahal sekali, bagimana kalau 15 gobang saja!
Daeng Joge : Tuan bayar 25 gobang saja
Lalu Mangi : Baiklah, aku ambil satu
Daeng Joge : Tuan, bagaimana jika Tuan mengambil candu ini, Tuan akan kelihatan menjadi laki-laki sejati. Tuan akan tampak lebih laki-laki jika Tuan dengan candu ini!
Lalu Mangi : “Tidak usah Daeng Joge, masih banyak kebutuhan yang harus kusiapkan.”
Daeng Joge : (mengambil candu dan mengisapnya) “Wanita tidak suka kepada laki-laki yang badannya lemah dan tidak bergairah. Coba hisap Lalu, mengenai harganya tidak usah dipikirkan. Bukankah kita sudah berkenalan dan berkawan baik. Terserah Lalu saja, kalau Lalu beruang barulah diselesaikan, artinya bisa dibayar kemudian atau dibayar menyusul.”
Lalu Mangi : (terpengaruh dan mengisap candu itu. Cepat sekali reaksinya. Badannya tampak segar bugar. Pikirannya terang benderang. Lalu Mangi pun tersenyum simpul). Benar katamu! Barang ini dapat membuatku gembira.
Daeng Joge : (memuji—licik) Tuan sekarang semakin tampan. Badan Tuan kekar dan berisi.
Lalu Mangi : Tinggalkan saja di situ. Aku ambil barangmu!
Daeng Joge : Ini saya tinggalkan barangnya Tuan. Simpan baik-baik tuan, nanti terbang dibawa angin. Kalau begitu, saya pamit dulu Tuan. Satu minggu lagi saya kemari Tuan.
Lalu Mangi : Baiklah. (masih menikmati candunya, dia sudah fly)
Lampu perlahan-lahan padam. Musik miris.
ADEGAN TUJUH
Pentas menggambarkan rumah orang tua Lala Ila. Tampak Lala Ila yang cantik. Dia sedang duduk diteras rumahnya. Dia menembang Ulan Petang:.
Kubalangan Panas Ano
Ke Tendung Poto Paruma
Sabar Andi Nonda Jangi
Nonda Jangi Tusempu E
Yabarete Untung Kita
Pang Seli Mudi Era Na
Aku menantikan matahari kan menyinari hidupku
Membawaku mengarungi samudera angkasa
Meniti titian jurang terdalam
Aku kan menggapai nirwana
Aku kan meraih mimpi terindah
Aku kan mencapai tahta tertinggi
Bersamamu!
Mungkinkah!
Larik-larik puisi berseberangan
Kata-kata manis dibentrokkan
Ikatan suci digadaikan
Di dalam cawan madu beracun
Musik sair lagu ”Batari.” lampu menyorot penyanyi.
ADEGAN DELAPAN
Lalu Manggi kecanduan hingga tidak dapat membayar hutangnya pada Daeng Joge;
Setelah sekali mencoba mengisap candu, akhirnya kecanduan. Lalu Mangi tidak menyadari bahwa candu itu dapat merusak tubuh dan kesehatan. Sekarang, Lalu Mangi sudah tidak mampu lagi berdandan yang rapi, badannya kurus kering karena kebiasaan mengisap candu. Karena harga candu mahal, dan Lalu Mangi kekurangan uang, maka Lalu Mangi mempunyai hutang yang bertumpuk pada Daeng Joge. Akibatnya, perkawinan yang direncanakan pun mulai terbengkalai. Biaya perkawinan pun sudah habis terpakai untuk membeli candu.
Lalu Manggi menjadikan Lala Ila sebagai pembayar hutangnya pada Daeng Joge;
Suatu hari, Daeng Joge menagih hutang Lalu MAngi, padahal Lalu Mangi sudah tidak punya uang lagi. Karena pikirannya kacau-balau akhirnya dia mengajukan pacarnya sebagai pembayar hutang, dan Dia pun minta tambahan uang setinggi badan pacarnya kepada Daeng Joge. Begini katanya, “Kuserahkan kekasihku kepadamu, asalkan kamu tunjang lagi dengan uang.” Daeng Joge menerima permintaan Lalu Mangi, karena diam-diam Daeng Joge mengagumi Lala Ila yang cantik itu. Daeng Joge memperkuat pikirannya dengan kembali menanyakan kepastian Lalu Mangi, “Benarkah ucapanmu keluar dari hati yang ikhlas.” Lalu Mangi menjawab dengan cepat “ Ya, yang penting hutangku lunas.” Daeng Joge tersenyum puas karena apa yang diharapkan berhasil.
ADEGAN SEMBILAN
Salampe menjemput Lala Ila untuk diajak ke pantai
Untuk menjalankan akal liciknya, Lalu Mangi menyampaikan pesan kepada Lala Ila untuk mereka melakukan kawin lari (Merariq). Lala Ila pun menyetujui usul Lalu Mangi yang akan mengajaknya kawin Lari (merariq). Dengan hati berat, lala Ila menyetujui usul Lalu Mangi agar mereka kawin lari meskipun bertentangan dengan adat Sumbawa. Lala Ila berkata, “Kawin Lari! Aku takut, sungguh tidak ada keberanianku menempuh jalan yang bertentangan dengan adat itu.” Dia dijemput oleh Salampe dan pergi ke tempat yang telah ditentukan. Di sana dia bertemu dengan Daeng Joge. Dan Daeng Joge sudah menunggu di atas perahunya. Betapa kecewanya Lala Ila waktu mengetahui kenyataan bahwa dia ditipu oleh pacarnya, ternyata dia dijual oleh pacarnya kepada Daeng Joge. Berkatalah Lala Ila kepada Salampe, “ Sungguh baik benar hati Lalumu itu, sampaikan salam terakhirku, “ Meski segala kupasrahkan kepadamu, kalau kanda beralih keyakinan, rela kumati dari hidup menanggung malu. Setelah itu, Lala Ila menangis meronta-ronta. Saat itu turun hujan lebat disertai angin kencang dan alam pun gelap gulita. Akibatnya, perahu layar itu terhempas dan kandas, layarnya robek dan terdampar ke sebuah batu karang.
ADEGAN SEPULUH
Daeng Joge sudah menunggu di atas perahu, Daeng Joge menyampaikan apa yang terjadi. Lala Ila menangis sejadi-jadinya.
ADEGAN SEBELAS
Lalu Mangi pun meninggal dunia karena tidak dapat menanggung beban deritanya.
Label: Sendra Tari
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda