Membacakan Puisi
Teknik Membaca Puisi yang Memikat
Teknik membaca puisi menyangkut berbagai hal, agar tampilannya lebih menarik, indah, komunikatif, dan segar. Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut.
a. Vokal/Lafal
Dalam membaca puisi diperlukan pengucapan vokal atau lafal yang jelas. Dengan demikian, pendengar akan memahami secara jelas apa yang kita sampaikan. Gerakan mulut perlu senantiasa dilatih untuk mengucapkan fonem atau kata secara tepat dan jelas. Misalnya, suara ta, tha, hemm, emm, uh, oh, huh, dan sebagainya.
b. Intonasi/Tekanan
Selain olah vokal juga perlu olah intonasi dan tekanan suara, seperti sedang, berat, ringan, kemerduan. Perlu diperhatikan tekanan dinamik (keras-lembut: mas, mass, masss!, massss-masss), tekanan tempo (cepat-lambat) akan berbeda dengan suara reporter dan pranatacara tetapi cukup lantang.
c. Penghayatan
Latihan penghayatan juga sangat diperlukan untuk dapat membaca puisi secara memikat dan menarik. Untuk dapat menghayati puisi dengan baik, kalian wajib membaca naskah terlebih dahulu dan memahami isinya. Oleh karena itu, bacalah naskah puisi kalian secara berulang-ulang dalam hati dan carilah kata-kata sulit yang belum dimengerti maknanya. Kegiatan yang Menumbuhkan Kreativitas.
Contoh: baris terakhir dalam puisi Bagai Sepasang Kekasih yang menyebut Bergelimang dalam bandang
d. Gerak/Mimik dan Ekspresi
Gerak/mimik dan ekspersi yang tidak tepat juga membuat pembacaan puisi kurang menarik. Oleh karena itu, dalam pembacaan puisi harus memerhatikan betul isi dan penghayatan terhadap naskah puisi yang akan dibaca sehingga dapat sesuai.
e. Latihan Pernapasan
Latihan bernapas panjang-pendek, datar, terengah-engah sangat dibutuhkan dalam membaca puisi. Latihan semacam itu harus dilatih dengan menyeimbangkan pernapasan dada dan perut, agar pembacaan puisi tidak tersendat-sendat. Setelah memahami teknik membaca puisi yang baik, cobalah membaca puisi hasil karya sendiri. Apabila belum tersedia, Anda dapat membaca puisi-puisi karya penyair berikut ini.
Puisi a
Bagai Sepasang Kekasih
selepas gemuruh di pagi benderang itu
semua kenangan tentang lelaki suci
dan perempuan binal yang kaukisahkan
kembali menggayut di benakku
bagai sepasang kekasih berenang
melawan gelombang tanpa perahu
tiada dermaga sebab telah runtuh
beberapa detik lalu....
mungkin kau adalah sisa
dari silsilah manusia
yang menulis tahi lalat
di sejarah yang pekat
sebelum kota menjadi punah
menenggelamkan segala seranah
aku seperti sudah membaca sejarah
tentang orang-orang jadi ikan
dihanyutkan oleh bandang
selepas gaduh di pagi benderang itu
aku benar-benar kehilangan sejarah
Puisi b
tentang kota yang memendam sejarah
kecuali tentang orang-orang
yang telah menjadi ikan
bergelimang dalam bandang
(Oleh: Isbedy Stiawan)
Mestinya
mestinya
hanya ikan yang tergeletak di atas pasir
di atas batu
mestinya
hanya kepiting kelapa yang bergerak di lensa kamera
sayap-sayap camar
mestinya hanya kecap yang ditumpahkan di atas kuah
di atas udang bakar dan denting gitar
mestinya hanya bir yang berbuih di bibir gelas
hanya sagu
hanya batang keras berduri yang dibacok dan dicincang
dipukul-pukul sampai hancur
mestinya
hanya azan dan angin yang datang dari bukit-bukit
lonceng yang gembira
buah pala
keranjang bambu
ranting kayu putih
mestinya hanya dia yang dibabat parang dan disuling
agar harumnya menghangatkan lagu-lagu
mestinya cukup gamalama yang meledak
menyebar api di kebun cengkih
mestinya cukup langit yang berasap
cukup itu saja yang di sebelah sana
Oleh: F. Rahardi
(Sumber: Kompas, 20 Februari 2006:20)
MEMBACAKAN PUISI
Pernahkah Anda membaca puisi? Puisi yang dibacakan dapat lebih dihayati, baik oleh pendengar ataupun pembacanya jika diperhatikan aspek lafal, nada, intonasi, dan tekanannya. Lafal meliputi kejelasan kita dalam mengucapkan kata-kata puisi. Nada meliputi cara suasana kita membawakan puisi yang bernuansa sedih, semangat, atau bahkan syahdu. Adapun intonasi puisi yang dibacakan menyangkut bagaimana kita membuat jeda antarkata ataupun antarbaris dalam puisi. Intonasi harus kita perhatikan karena menyangkut kapan kita harus berhenti dalam membacakan kata-kata puisi. Selanjutnya, tekanan menyangkut kapan kita harus menaikkan atau menurunkan tinggi rendahnya puisi yang kita deklamasikan.
Pembacaan puisi yang penuh penghayatan kadang membuat pendengar terbawa atau terhanyut dalam isi puisi. Seseorang yang mendeklamasikan puisi dengan memenuhi kaidah lafal, nada, intonasi, dan tekanan akan membuat puisi itu lebih bermakna dan dihayati oleh pendengar. Salah satu penyair yang ahli mendeklamasikan puisinya adalah Sutardji Calzoum Bachri. Ia selalu membawakan puisinya seakan masuk dunia lain yang sangat puitis dan begitu indah didengar.
Apakah Anda mengenal penyair lain yang sering membacakan puisinya dengan baik? Bagaimanakah cara mendeklamasikan puisi yang baik itu? Berikut ini teknik dasar yang dapat Anda praktikkan untuk berlatih mendeklamasikan puisi.
1. Kenali dulu gaya atau jenis puisi tersebut. Misalnya, puisi yang berisi perjuangan nantinya harus dibawakan dengan gaya semangat. Adapun jika puisi tersebut berisi hal yang penuh nilai-nilai religius dapat dibawakan dengan suasana syahdu.
2. Hayati dan pahami isi puisi dengan interpretasi Anda sendiri. Hal ini akan membantu Anda merasakan bahwa puisi yang dibawakan nantinya akan menyatu dengan sanubari Anda sendiri.
3. Selanjutnya, Anda dapat membaca secara berulang-ulang isi puisi tersebut. Mulanya, mungkin Anda bisa membacanya dalam hati kemudian mengucapkan secara bergumam. Selama menghayati dengan membaca berulang-ulang, janganlah Anda terpengaruh oleh suasana sekeliling. Tanamkanlah dalam diri bahwa Anda bisa masuk dalam isi dunia puisi tersebut. Dengan begitu, Anda akan menyatu dengan keseluruhan bait puisi dan makna di dalamnya secara penuh.
4. Lakukanlah latihan membaca puisi dengan berulang-ulang. Sebelumnya, Anda dapat memberi tanda intonasi, tekanan, atau nada pada puisi yang akan Anda bacakan. Hal ini nantinya akan membantu Anda dalam mendeklamasikan isi puisi dengan pembawaan sepenuh hati. Sebagai langkah awal, lakukanlah latihan di depan cermin. Dalam hal ini, Anda sekaligus dapat menilai gesture serta mimik Anda sendiri. Selanjutnya, Anda dapat mempraktikkan pendeklamasian puisi di hadapan teman atau keluarga Anda. Silakan Anda meminta pendapat dari mereka. Hal ini akan lebih membantu Anda jika ada kritik atau masukan dari orang lain.
Dalam puisi tersebut, digambarkan jiwa penyair tidak akan pernah mati di mata dan di hati apresiatornya. Jiwa penyair akan selalu abadi meski sang penyair telah meninggalkan alam fana ini. Mengapa demikian? Segala harapan dan impiannya tentang hidup dan kehidupan, termasuk kesepian dan kesunyian, telah dikristalkan lewat larik-larik puisi yang ditulisnya dengan rasa kecintaan mendalam. Kecintaan itu adalah kecintaan terhadap hidup, baik pada yang kelak akan musnah maupun yang abadi. Hal tersebut menggerakkan sang penyair untuk terus menghasilkan puisi-puisinya. Tentunya Anda telah memahami kira-kira bagaimana pembacaan puisi dengan baik. Anda dapat menentukan bagaimana lafal, nada, tekanan, hingga intonasi yang baik. Misalnya, puisi tersebut dibacakan dengan lafal yang jelas dan nada yang begitu syahdu. Adapun tekanannya digunakan di berbagai baris tertentu dengan intonasi yang jelas di bagian tertentu pula.
Menulis Puisi
Secara umum, tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menulis puisi. Setiap orang dapat menulis puisi. Masalahnya, mau atau tidak mau orang tersebut tergerak untuk menuliskan katakata yang mampu mewakili hatinya. Misalnya, jika Anda sedang sedih, jatuh cinta, kecewa, rindu pada Tuhan atau orang terkasih, semuanya dapat diekspresikan dalam bentuk puisi.
Selanjutnya, Anda harus sering berlatih untuk mengolah kata dan rasa. Hal ini secara perlahan dapat dilakukan dengan memahami teknikteknik menulis puisi. Dalam pelajaran ini, Anda akan belajar memahami teknikteknik tersebut dan mempraktikannya.
1. Mengenal Jenis-Jenis Puisi
Ditinjau dari bentuk dan isinya, puisi dapat dibedakan menjadi jenis berikut.
a. Puisi epik, yakni suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epik dibedakan menjadi folk epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, dan literary epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya.
b. Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, menjadi pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Jenis puisi yang termasuk dalam jenis puisi naratif ini adalah balada yang dibedakan menjadi folk ballad dan literary ballad. Ini adalah ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale, yaitu puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat.
c. Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern di Indonesia. Misalnya, dalam puisipuisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.
d. Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog.
e. Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya ditampilkan secara eksplisit.
f. Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat.
g. Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih.
h. Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang.
i. Ode, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan.
j. Hymne, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air.
2. Bait dalam Puisi
Perhatikanlah puisi "Isa" karya Chairil Anwar berikut.
Itu tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mendampar tanya: aku salah?
Puisi Chairil Anwar tersebut terdiri atas enam bait, tiga di antaranya merupakan bait yang hanya terdiri atas satu larik puisi tersebut. Salah satunya terdapat dalam enggalan tersebut, yakni bait "mendampar tanya: aku salah?"
Peranan bait dalam puisi adalah untuk membentuk suatu ke satuan makna dalam rangka mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi.
Selain itu, bait juga berperanan dalam menekankan atau mementingkan suatu gagasan serta menunjukkan adanya loncatan-loncatan gagasan yang dituangkan penyairnya. Sekarang, dengan jelas Anda dapat mengetahui bahwa baitbait dalam puisi dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf karangan yang paragraf atau baitnya telah mengandung pokokpokok pikiran tertentu.
Bait merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya. Dalam puisi, keberadaan bait sebagai kumpulan larik tidaklah mutlak.
Peranan bait dalam puisi adalah untuk membentuk suatu ke satuan makna dalam rangka mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik lainnya.
Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi. Selain itu, bait juga berperanan dalam menekankan atau mementingkan suatu gagasan serta menunjukkan adanya loncatan-loncatan gagasan yang dituangkan penyairnya. Sekarang, dengan jelas Anda dapat mengetahui bahwa baitbait dalam puisi dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf karangan yang paragraf atau baitnya telah mengandung pokokpokok pikiran tertentu.
3. Unsur Rima dan Irama dalam Puisi
Ke manakah pergi
mencari matahari
ketika salju turun
pohon kehilangan daun
Ke manakah jalan
mencari lindungan
ketika tubuh kuyup
dan pintu tertutup
Ke manakah lari
mencari api
ketika bara hati
padam tak berarti
Ke manakah pergi
Ke manakah pergi
selain mencuci diri
Setelah membaca puisi berjudul "Salju" karya Wing Kardjo tersebut, apakah yang pertama kali menarik perhatian Anda? Sejalan dengan telaah unsur bangun struktur, Anda tentunya mencoba mengamati contoh konkret dari apa yang disebut bangun struktur puisi. Dari sejumlah unsur struktur puisi yang telah diungkapkan, sekarang kita pusatkan perhatian pada aspek bunyi terlebih dahulu.
Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang hal-hal berikut.
a. Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
b. Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuatlemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.
c. Ragam bunyi meliputi euphony, cacophony, dan onomatope. Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir lariklarik puisi. Pada contoh puisi tersebut, misalnya, dapat dilihat adanya pengulangan bunyi vokal (e) seperti tampak pada larik "ke manakah pergi". Perulangan bunyi demikian disebut asonansi. Selain itu, juga dapat diamati adanya perulangan bunyi konsonan (n) seperti nampak pada larik "pohon kehilangan daun". Perulangan bunyi konsonan itu disebut aliterasi. Perulangan bunyi seperti contoh tersebut berlaku di antara kata-kata dalam satu larik. Rima demikian itu disebut rima dalam.
Lebih lanjut, jika kita mengamati bait pertama puisi "Salju" tersebut, tampak juga adanya paduan bunyi antara setiap akhir larik sehingga menimbulkan pola persajakan vokal /i/ — vokal /i/ dengan konsonan /n/ — konsonan /n/ seperti tampak pada bentuk . . . pergi/. . . matahari/. . . turun/. . . daun. Rima demikian itu, yakni rima yang terdapat pada akhir larik puisi, disebut rima akhir.
Ada yang memisahkan kita, jam dinding ini
ada yang mengisahkan kita, bumi bisik-bisik ini
ada. Tapi tak ada kucium waangi kainmu sebelum
pergi tak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri.
Pengulangan bunyi disebut rima sempurna jika meliputi baik pengulangan konsonan maupun vokal, seperti tampak pada bentuk "pergi" dan "sendiri", larik 3 dan 4 puisi tersebut. Adapun pengulangan bunyi disebut rima rupa jika pengulangan hanya tampak pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya tidak sama. Misalnya, rima antara bunyi vokal /u/ dalam bentuk "bulan" serta bunyi vokal /u/ dalam "belum", seperti tampak pada salah satu
puisi Abdul Hadi W.M. berjudul "Dan Bajumu" berikut.
Pasang bajumu. Dingin akan lalu melewat
menyusup dekat semak-semak pohon kayu
Tapi bulan belum kelihatan, puncak-puncak bukit
sudah berhenti membandingkan dukamu,
sehari keluh kesah
Anda tentunya telah mengenal istilah euphony sebagai salah satu ragam bunyi yang mampu menuansakan suasana keriangan, vitalitas, maupun gerak. Bunyi euphony umumnya berupa bunyi-bunyi vokal. Anda sendiri dapat mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung sesuatu yang menyenangkan umumnya mengandung bunyi vokal, seperti tampak pada kata "gembira", "bernyanyi", "berlari", dan lainlain. Pada puisi "Salju" tersebut, Anda dapat melihat adanya kata "pergi/mencari/matahari".
Berkebalikan dengan bunyi euphony, bunyi cacophony adalah bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, kebekuan, kesepian ataupun kesedihan. Jika bunyi euphony umumnya terdapat dalam bentuk vokal, bunyi cacophony umumnya berupa bunyibunyi konsonan yang berada di akhir kata. Bunyi konsonan itu dapat berupa bunyi bilabial, seperti nampak pada lariklarik ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup.
Peranan bunyi dalam puisi meliputi halhal berikut: untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas atau kemerduan; untuk menuansakan makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan sikap penyairnya; untuk menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan sikap penyairnya.
4. Majas dalam Puisi
Beberapa contoh majas yang ada dalam puisi adalah sebagai berikut.
a. Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya, misalnya, "cemara pun gugur daun" mengungkapkan makna “ketidakabadian kehidupan".
b. Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suatu realitas tertentu, baik itu nama orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan maknamakna tertentu. Misalnya, "Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu". "Kuntum bunga" di situ mewakili makna tentang remaja yang sedang tumbuh untuk mencapai citacita hidupnya.
c. Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk penekanan atau keefektifan bahasa. Misalnya, terdapat dalam salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut.
Kita tinggalkan kota ini, ketika menyeberang sungai
terasa waktu masih mengalir
di luar diri kita. Awas, jangan menoleh,
tak ada yang memerlukan kita lagi
tak ada yang memanggil kembali.
d. Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. Misalnya, pada salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut.
Begini: kita mesti berpisah. Sebab
Sudah terlampau lama bercinta
Label: Bahasa Indonesia
2 Komentar:
usefullll
min tolong dong jelasin makna tersirat pada puisi a dan puisi b
Ditunggu ya... Plissss
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda